Dana Putar Alam
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

Tawassul/Wasitah

Post new topic   Reply to topic

Go down

Tawassul/Wasitah Empty Re: Tawassul/Wasitah

Post by kajangberlipat 19/2/2016, 12:36

kajangberlipat
kajangberlipat
Orang Kaya
Orang Kaya

Posts : 278
Join date : 22/09/2015

Back to top Go down

Tawassul/Wasitah Empty Re: Tawassul/Wasitah

Post by kajangberlipat 19/2/2016, 12:08

Kesesatan Paham yang Menafikan Tawassul

Bertawassul dengan para Nabi dan orang-orang shalih (Wali Allah) baik ketika mereka sudah hidup maupun setelah wafatnya adalah amalan ummat muslim diseluruh dunia. Berikut ini kami ketengahkan dalil-dalil shahih yang dijadikan rujukan pada amalan sunnah ini. Sedangkan nash atau dalil yang melarang tawassul dengan Nabi atau Wali Allah semasa hidup atau wafatnya.

A. Ayat-ayat Al-qur’an dalil tawassul

1. Dalam surat an-Nisa’ ayat 64, Allah swt. berfirman:


“Dan kami tidak mengutus seseorang Rasul melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu (Muhammad saw.) lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul (Muhammad saw.) pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.

2. Dalam surat  Al-Maidah ayat 35:


‘Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah dan carilah washilah….”

Keterangan :

Ibnu Taimiyyah disalah satu kitabnya Qa’idah Jalilah Fit-Tawassul Wal-Washilah dalam pembicaraannya mengenai tafsir ayat Al-Qur’an Al-Maidah: 35 menulis: ‘Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kalian bertakwa kepada Allah dan carilah washilah….’ antara lain mengatakan:

“Mencari washilah atau bertawassul untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. hanya dapat dilakukan oleh orang yang beriman kepada Muhammad Rasulallah saw. dan mengikuti tuntunan agamanya. Tawassul dengan beriman dan taat kepada beliau saw. adalah wajib bagi setiap orang, lahir dan bathin, baik dikala beliau masih hidup maupun setelah wafat, baik langsung dihadapan beliau sendiri atau pun tidak. Bagi setiap muslim, tawassul dengan iman dan taat kepada Rasulallah saw. adalah suatu hal yang tidak mungkin dapat ditinggalkan. Untuk memperoleh keridhoan Allah dan keselamatan dari murka-Nya tidak ada jalan lain kecuali tawassul dengan beriman dan taat kepada Rasul-Nya. Sebab, beliaulah penolong (Syafi’) ummat manusia.

Beliau saw. adalah makhluk Allah termulia yang dihormati dan diagungkan oleh manusia-manusia terdahulu maupun generasi-generasi berikutnya hingga hari kiamat kelak. Diantara para Nabi dan Rasul yang menjadi penolong ummatnya masing-masing. Muhammad Rasulallah saw. adalah penolong (Syafi’) yang paling besar dan tinggi nilainya dan paling mulia dalam pandangan Allah swt. Mengenai Nabi Musa as. Allah swt. berfirman, bahwa Ia mulia disisi Allah. Mengenai Nabi Isa a.s. Allah swt. juga berfirman bahwa Ia mulia didunia dan diakhirat, namun dalam firman-firman-Nya yang lain menegaskan bahwa Muhammad Rasulallah saw. lebih mulia dari semua Nabi dan Rasul. Syafa’at dan do’a beliau pada hari kiamat hanya bermanfaat bagi orang yang bertawassul dengan iman dan taat kepada beliau saw. Demikianlah pandangan Ibnu Taimiyyah mengenai tawassul.

Dalam kitabnya Al-Fatawil-Kubra I :140 Ibnu Taimiyyah menjawab atas pertanyaan: Apakah tawassul dengan Nabi Muhammad saw. diperbolehkan atau tidak? Ia menjawab: “Alhamdulillah mengenai tawassul dengan mengimani, mencintai, mentaati Rasulallah saw. dan lain sebagainya adalah amal perbuatan orang yang bersangkutan itu sendiri, sebagaimana yang di perintahkan Allah kepada segenap manusia. Tawassul sedemikian itu di- benarkan oleh syara’ dan dalam hal itu seluruh kaum muslimin sepen- dapat.”

3. Dalam Surat Al-Baqarah :37, mengenai Tawassul Nabi Adam as. pada Rasulallah saw.:



فَتَلَقَّى آدَمُ مِنْ رَبِّهِ كَلِمَاتٍ فَتَابَ عَلَيْهِ اَنَّهُ هُوَا الـَّوَّابُ الرَّحِيْمُ

“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya, sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha Penyayang ”.

Keterangan :

Tawassul Nabi Adam as. pada Rasulallah saw..  Sebagaimana disebutkan pada firman Allah swt. (Al-Baqarah :37) diatas. Menurut ahli tafsir kalimat-kalimat dari Allah yang diajarkan kepada Nabi Adam as. pada ayat diatas agar taubat Nabi Adam as. diterima ialah dengan menyebut dalam kalimat taubatnya bi-haqqi (demi kebenaran) Nabi Muhammad saw. dan keluarganya. Makna seperti ini bisa kita rujuk pada kitab: Manaqib Ali bin Abi Thalib,  oleh Al-Maghazili As-Syafi’i halaman 63, hadits ke 89; Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusui Al-Hanafi, halaman 97 dan 239 pada  cet.Istanbul,. halaman 111, 112, 283 pada cet. Al-Haidariyah; Muntakhab Kanzul ‘Ummal, oleh Al-Muntaqi, Al-Hindi (catatan pinggir) Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1, halaman 419; Ad-Durrul Mantsur, oleh As-Suyuthi Asy-Syafi’i, jilid 1 halaman 60; Al-Ghadir, oleh Al-Amini, jilid 7, halaman 300 dan Ihqagul Haqq, At-Tastari jilid 3 halaman 76. Begitu juga pendapat Imam Jalaluddin Al-Suyuthi waktu menjelaskan makna surat Al-Baqarah :37 dan meriwayatkan hadits tentang taubatnya nabi Adam as. dengan tawassul pada Rasulallah saw.

Nabi Adam as. ,manusia pertama, sudah diajarkan oleh Allah swt. agar taubatnya bisa diterima dengan bertawassul pada Habibullah Nabi Muhammad saw., yang mana beliau belum dilahirkan di alam wujud ini. Untuk mengkompliti makna ayat diatas tentang tawassulnya Nabi Adam as. ini, kami akan kutip berikut ini beberapa hadits Nabi saw. yang berkaitan dengan masalah itu:

Al-Hakim dalam kitabnya Al-Mustadrak/Mustadrak Shahihain jilid 11/651 mengetengahkan hadits yang berasal dari Umar Ibnul Khattab ra. (diriwayat- kan secara berangkai oleh Abu Sa’id ‘Amr bin Muhammad bin Manshur Al-‘Adl, Abul Hasan Muhammad bin Ishaq bin Ibrahim Al-Handzaly, Abul Harits Abdullah bin Muslim Al-Fihri, Ismail bin Maslamah, Abdurrahman bin Zain bin Aslam dan datuknya) sebagai berikut, Rasulallah saw.bersabda:

قَالَ رَسُوْلُ الله.صَ. : لَمَّا اقْتَرَفَ آدَمَُ الخَطِيْئَةَ قَالَ: يَا رَبِّ أسْأَلُكَ بِحَقِّ مُحَمَّدٍ لِمَا غَفَرْتَ لِي,

فَقالَ اللهُ يَا آدَمُ, وَكَيْفَ عَرَفْتَ مُحَمَّدًا وَلَمْ أخْلَقُهُ ؟ قَالَ: يَا رَبِّ ِلأنَّـكَ لَمَّا خَلَقْتَنِي بِيدِكَ

وَنَفَخْتَ فِيَّ مِنْ رُوْحِكَ رَفَعْتُ رَأسِي فَرَأيـْتُ عَلَى القَوَائِمِ العَرْشِ مَكْتُـوْبًا:لإاِلَهِ إلاالله

مُحَمَّدَُ رَسُـولُ اللهِ, فَعَلِمْتُ أنَّكَ لَمْ تُضِفْ إلَى إسْمِكَ إلا أحَبَّ الخَلْقِ إلَيْكَ, فَقَالَ اللهُ

صَدَقْتَ يَا آدَمُ إنَّهُ َلاَحَبَّ الخَلْقِ إلَيَّ اُدْعُنِي بِحَقِّهِ فَقـَدْ غَفَرْتُ لَكَ, وَلَوْ لاَمُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُكَ.

“Setelah Adam berbuat dosa ia berkata kepada Tuhannya: ‘Ya Tuhanku, demi kebenaran Muhammad aku mohon ampunan-Mu’. Allah bertanya (sebenarnya Allah itu maha mengetahui semua lubuk hati manusia, Dia bertanya ini agar Malaikat dan makhluk lainnya yang belum tahu bisa mendengar jawaban Nabi Adam as.): ‘Bagaimana engkau mengenal Muhammad, padahal ia belum kuciptakan?!’ Adam menjawab: ‘Ya Tuhanku, setelah Engkau menciptakan aku dan meniupkan ruh kedalam jasadku, aku angkat kepalaku. Kulihat pada tiang-tiang ‘Arsy termaktub tulisan Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulallah. Sejak saat itu aku mengetahui bahwa disamping nama-Mu, selalu terdapat nama makhluk yang paling Engkau cintai’. Allah menegaskan: ‘Hai Adam, engkau benar, ia memang makhluk yang paling Kucintai. Berdo’alah kepada-Ku bihaqqihi (demi kebenarannya), engkau pasti Aku ampuni. Kalau bukan karena Muhammad engkau tidak Aku ciptakan’ “.

Hadits diatas diriwayatkan oleh Al-Hafidz As-Suyuthi dan dibenarkan olehnya dalam Khasha’ishun Nabawiyyah dikemukakan oleh Al-Baihaqi didalam Dala ’ilun Nubuwwah, diperkuat kebenarannya oleh Al-Qisthilani dan Az-Zarqani di dalam Al-Mawahibul Laduniyyah jilid 11/62, disebutkan oleh As-Sabki di dalam Syifa’us Saqam, Al-Hafidz Al-Haitsami mengatakan bahwa hadits tersebut diriwayatkan oleh At-Thabarani dalam Al-Ausath dan oleh orang lain yang tidak dikenal dalam Majma’uz Zawa’id jilid V111/253.

Sedangkan hadits yang serupa/senada diatas yang sumbernya berasal dari Ibnu Abbas hanya pada nash hadits tersebut ada sedikit perbedaan yaitu dengan tambahan:

وَلَوْلآ مُحَمَّدٌ مَا خَلَقْتُ آدَمَ وَلآ الجَنَّةَ وَلآ النَّـارَ

‘Kalau bukan karena Muhammad Aku (Allah) tidak menciptakan Adam, tidak menciptakan surga dan neraka’.
kajangberlipat
kajangberlipat
Orang Kaya
Orang Kaya

Posts : 278
Join date : 22/09/2015

Back to top Go down

Tawassul/Wasitah Empty Re: Tawassul/Wasitah

Post by kajangberlipat 18/2/2016, 10:40

Tawassul dgn Orang Meninggal = Syirik?

Tawassul dgn Ibnu Abbas itu bukan dalil untuk membolehkan tawassul dgn orang mati. Namun dalil bahwa dgn manusia selain Nabi juga boleh Tawassul. Ada pun dgn orang mati tetap boleh Tawassul toh di setiap doa usai azan kita berdoa Aati Muhammadanil WASIILAAH. jADIKANLAH BAGIKU MUHAMMAD SBG WASIILAH. Padahal Nabi Muhammad sudah meninggal bukan?
Jika Tawassul dgn Orang Hidup itu bukan Syirik, begitu pula dgn Orang Mati:

“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu ) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.” [Al Baqarah 154]


“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhannya dengan mendapat rezki.” [Ali ‘Imran 169]
ADVERTISEMENT

Dalam belajar agama, hendaknya kita Faqih dan meneliti seluruh ayat Al Qur’an dan Hadits.

http://kabarislam.wordpress.com/2012/02/12/beberapa-kekeliruan-salafi-wahabi/

Makanya Tawassul itu sebetulnya bedanya Furu’iyyah/Khilafiyyah. Tawassul dgn manusia Wahabi menganggap boleh/bukan Syirik. Nah Tawassul dgn orang yg meninggal kok langsung dibilang SYIRIK? Itu aneh. Menuding Syirik pada hal2 yg sebenarnya masalah Furu’/ranting.

Ibnue Sangidun Chaliem

Apa tawasul dengan orang-orang yang telah meninggal itu diperbolehkan? Dalilnya sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya jikalau mereka ketika Menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.(QS.An-Nisa’ :64).

Ayat di atas adalah umum (’amm) mencakup pengertian ketika beliau
masih hidup dan ketika sesudah wafat dan berpindahnya ke alam
barzakh. Imam ibnu Al-Qoyyim dalam kitab Zadul ma’ad menyebutkan:
ﻋﻦ ﺃﺑﻲ ﺳﻌﻴﺪ ﺍﻟﺨﻀﺮﻱّ ﻗﺎﻝ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠّﻢ ﻣﺎ ﺧﺮﺝ ﺭﺟﻞ ﻣﻦ ﺑﻴﺘﻪ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻠّﻬﻢ ﺇﻧّﻲ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﺑﺤﻖّ ﺍﻟﺴﺎﺋﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻚ ﻭﺑﺤﻖّ ﻣﻤﺴﺎﻱ ﻫﺬﺍ ﺇﻟﻴﻚ ﻓﺈﻧﻲ ﻟﻢ ﺃﺧﺮﺝ ﺑﻄﺮﺍ ﻭﻻ ﺃﺷﺮﺍ ﻭﻻ ﺭﻳﺎﺀﺍ ﻭﻻ ﺳﻤﻌﺔ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺧﺮﺟﺖ ﺍﺗّﻘﺎﺀ ﺳﺨﻄﻚ ﻭﺍﺑﺘﻐﺎﺀ ﻣﺮﺿﺎﺗﻚ ﻭﺃﺳﺄﻟﻚ ﺃﻥ ﺗﻨﻘﺬﻧﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﻨّﺎﺭ ﻭﺃﻥ ﺗﻐﻔﺮ ﻟﻲ ﺫﻧﻮﺑﻲ ﻓﺈﻧﻪ ﻻﻳﻐﻔﺮ ﺍﻟﺬﻧﻮﺏ ﺇﻻّ ﺃﻧﺖ ﺇﻻّ ﻭﻛّﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﺑﻪ ﺳﺒﻌﻴﻦ ﺃﻟﻒ ﻣﻠﻚ ﻳﺴﺘﻐﻔﺮﻭﻥ ﻟﻪ ﻭﺃﻗﺒﻞ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﺑﻮﺟﻬﻪ ﺣﺘّﻰ ﻳﻘﻀﻲ
.ﺻﻼﺗﻪ

“Dari Abu Sa’id al-Khudry, ia berkata, Rasulullah SAW.bersabda:
“seseorang dari rumahnya hendak sholat dan membaca do’a:
ﺍﻟﻠّﻬﻢ ﺇﻧّﻲ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﺑﺤﻖّ ﺍﻟﺴﺎﺋﻠﻴﻦ ﻋﻠﻴﻚ ﻭﺑﺤﻖّ ﻣﻤﺴﺎﻱ ﻫﺬﺍ ﺇﻟﻴﻚ ﻓﺈﻧﻲ ﻟﻢ ﺃﺧﺮﺝ ﺑﻄﺮﺍ ﻭﻻ ﺃﺷﺮﺍ ﻭﻻ ﺭﻳﺎﺀﺍ ﻭﻻ ﺳﻤﻌﺔ ﻭﺇﻧﻤﺎ ﺧﺮﺟﺖ ﺍﺗّﻘﺎﺀ ﺳﺨﻄﻚ ﻭﺍﺑﺘﻐﺎﺀ ﻣﺮﺿﺎﺗﻚ ﻭﺃﺳﺄﻟﻚ ﺃﻥ ﺗﻨﻘﺬﻧﻲ ﻣﻦ ﺍﻟﻨّﺎﺭ ﻭﺃﻥ ﺗﻐﻔﺮ ﻟﻲ ﺫﻧﻮﺑﻲ ﻓﺈﻧﻪ ﻻﻳﻐﻔﺮ ﺍﻟﺬﻧﻮﺏ ﺇﻻّ ﺖﻧﺃ

Kecuali Allah menugaskan 70.000 malaikat agar memohokan ampun untk oran tersebut, dan Allah menatap orang itu hingga selesai sholat”. (HR. Ibnu Majjah). Dari Imam al-Baihaqi, Ibnu As-Sunni dan al-Hafidz Abu Nu’aim meriwayatkan bahwa do’a Rasulullah ketika hendak keluar menunaikan shalat adalah:
ﺍﻟﻠّﻬﻢ ﺇﻧّﻲ ﺃﺳﺄﻟﻚ ﺑﺤﻖّ ﺦﻟﺇ.…ﻦﻴﻠﺋﺎﺴﻟﺍ

Para ulama; berkata, “ini adalah tawasul yang jelas dengan semua
hamba beriman yang hidup atau yang telah mati. Rasulullah
mengajarkan kepada sahabat dan memerintahkan mebaca do’a ini. Dansemua orang salaf dan sekarang selalu berdo’a dengan do’a ini ketika hendak pegi sholat.” Abu Nu’aimah dalam kitab al- Ma’rifah, at-Tabrani dan Ibnu Majjah
mentakhrij hadits:

ﻋﻦ ﺃﻧﺲ ﺑﻦ ﻣﺎﻟﻚ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ ﻟﻤّﺎ ﻣﺎﺗﺖ ﻓﺎﻃﻤﺔ ﺑﻨﺖ ﺃﺳﺪ ﺃﻡ ﻋﻠﻲ ﺑﻦ ﺍﺑﻲ ﻃﺎﻟﺐ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻲﻠﺒﻗ ﻦﻴﻠﺳﺮﻤﻟﺍﻭ ﺀﺎﻴﺒﻧﻷﺍﻭ ﻚّﻴﺒﻧ ّﻖﺤﺑ ﺎﻬﻠﺧﺪﻣ ﻊّﺳﻭﻭ ﺎﻬﺘﺠﺣ ﺎﻬﻨﻘﻟﻭ ﺪﺳﺃ ﺖﻨﺑ ﺔﻤﻃﺎﻓ ﻲّﻣﻷ ﺮﻔﻏﺍ ﺕﻮﻤﻳﻻ ّﻲﺣ ﻮﻫﻭ ﺖﻴﻤﻳﻭ ﻲﺤﻳ ﻯﺬﻟﺍ ﻪﻠﻟﺍ :ﻝﺎﻗﻭ ﺎﻫﺮﺒﻗ ﻲﻓ ﻊﺠﻄﺿﺍ ﻢﻠﺳﻭ ﻪﻴﻠﻋ ﻪﻠﻟﺍ ﻰﻠﺻ ﻪﻧﺃ :ﻪﻴﻓﻭ -ﺚﻳﺪﺤﻟﺍ ﺮﻛﺫﻭ- ﺎﻤﻬﻨﻋ ﻦﻴﻤﺣﺍﺮﻟﺍ

Dari Anas bin Malik ra, ia berkata, “ketika Fatimah binti Asad ibunda Ali
bin Abi Thalib ra meninggal, maka sesungguhnya Nabi SAW berbaring diatas kuburannya dan bersabda: “Allah adalah Dzat yang Menghidupkan dan mematikan. Dia adalah Maha Hidup, tidak mati.
Ampunilah ibuku Fatimah binti Asad, ajarilah hujjah (jawaban) pertanyaan kubur dan lapangkanlah kuburannya dengan hak Nabi-Mu dan nabi-nabi serta para rasul sebelumku, sesungguhnya Engkau Maha Penyayang.” Maka hendaklah diperhatikan sabda beliau yang berbunyi:

ﺑﺤﻖّ ﺍﻷﻧﺒﻴﺎﺀ ﻲﻠﺒﻗ

“Dengan hak para nabi sebelumku”. Jika tawasul dengan orang-orang yang telah mati itu boleh, mengapa kholifah Umar din al-Khottob tawasul dengan al-Abbas, tidak dengan Nabi SAW? Para ulama’ telah menjelaskan hal ini juga, mereka berkata: “Adapun tawasul Umar bin al-Khottob dengan al-Abbas ra
bukanlah dalil larangan tawasul dengan orang yang telah meninggal dunia. Tawasul Umar bin al-Khottob dengan al-Abbas tidak dengan Nabi SAW itu untuk menjelaskan kepada orang-orang bahwa tawasul dengan selain itu boleh, tidak berdosa.

Tentang mengapa dengan al-Abbas bukan dengan sahabat-sahabat lain, adalah untuk memperlihatkan kemuliaan ahli bait Rasulullah SAW. Apa dalilnya? Dalilnya adalah perbuatan para sahabat. Mereka selalu dan terbiasa bertawasul dengan rasulullah SAW setelah beliau wafat. Seperti yang diriwayatkan Imam al-Baihaqi dan Ibnu abi Syaibah dengan sanad yang shohih: “Sesungguhnya orang-orang pada masa kholifah Umaar banal-Khottob ra tertimpa paceklik karena kekurangan hujan. Kemudian Bilal bin al-Harits ra dating ke kuburan
Rasulullah SAW dan berkata: “Ya rasulullah, mintakanlah hujjah untuk
umatmu karena mereka telah
binasa.” Kemudian ketika Bilal tidur
didatangi oleh Rasulullah SAW dan
berkata: datanglah kepada Umar
dan sampaikan salamku kepadanya dan beritahukan kepada mereka,
bahwa mereka akan dituruni hujan.
Bilal lalu dating kepada kholifah
Umara dan menyampaikan berita
tersebut. Umar menangis dan
orang-orang dituruni hujan.” Di mana letak penggunaan dalil
hadits tersebut?Letak penggunaan
dalil dr hadits tersebut adalah
perbuatan Bilal bin Al-Harits,
seorang sahabat Nabi SAW yang
tidak diprotes oleh kholifah Umar maupun sahabat-sahabat Nabi
lainnya. Imam ad-Darimi juga
mentakhrij sebuah hadits: ﺇﻥ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻤﺪﻳﻨﺔ ﻗﺤﻄﻮﺍ ﻗﺤﻄﺎ ﺷﺪﻳﺪﺍ ﻓﺸﻜﻮﺍ ﺇﻟﻰ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻬﺎ ﻓﻘﺎﻟﺖ ﺍﻧﻈﺮﻭﺍ ﺇﻟﻰ ﻗﺒﺮ ﺍﻟﻨﺒﻲّ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠّﻢ ﻓﺎﺟﻌﻠﻮﺍ ﻣﻨﻪ ﻛﻮﻯ ﺇﻟﻰ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺣﺘﻰ ﻳﻜﻮﻥ ﺑﻴﺒﻪ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻟﺴﻤﺎﺀ ﺳﻘﻒ ﻓﻔﻌﻠﻮﺍ ﻓﻤﻄﺮﻭﺍ ﻣﻄﺮﺍ ﺷﺪﻳﺪﺍ ﺣﺘﻰ ﻧﺒﺖ ﺍﻟﻌﺸﺐ ﻭﺳﻤﻨﺖ ﺍﻹﺑﻞ ﺣﺘﻲ ﺗﻔﺘﻘﻦ ﻓﻴﺴﻤّﻰ ﻋﺎﻡ ﺔﻘﺘﻔﻟﺍ “Sesungguhnya penduduk Madinah
mengalami paceklik yang amat
parah, karena langka hujan. Mereka
mengadu kepada Aisyah ra dan ia
berkata: “lihatlah kamu semua ke
kuburan Nabi SAW lalu buatlah lubang terbuka yang mengarah ke
arah langit, sehingga antara
kuburan beliau dan langit tidak ada
atap yang menghalanginya. Meeka
melaksanakan perintah Aisyah,
kemudian mereka dituruni hujan yang sangat deras, hingga rumput-
rumput tumbuh dan unta menjadi
gemuk.” Ringkasnya, tawasul itu dibolehkan,
baik dengan amal perbuatan yang
baik maupun dengan hamba-
hamba Allah yang soleh, baik yang
masih hidup atau yang sudah
meninggal dunia.

Fasya Khadafi Al-Ghifari

 

Allah swt berfirman:
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya……(QS. Al-Maidh [5]:35)

Dalam ayat lain, Allah Swt berfirman: “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada Tuhan mereka, siapa di antara mereka yang dekat (kepada Allah) dan mengharapkan rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya. Sesungguhnya azab Tuhanmu adalah suatu yang(harus) diatkuti.(QS Al-Isra’ [17]:57)

Dari dua ayat di atas dapat disimpulkan bahwa pertama, dibolehkannya bertawassul kepada para Nabi dan orang-orang shaleh. Baik ketika mereka masih hidup maupun sepeninggal mereka. Kdeua, boleh juga bertawassul dengan amal baik masing-masing. Allah sendiri memerintahkan kepada kita untuk bertawassul sebagaimana pernah dilakukan oleh Rasulullah saw pada saat Fatimah binti Asad (ibu Ali bin Abi Thalib) wafat. Rasulullah Saw bersabda:

اَللهُ الَّذِى يحُىْ وَيمُيِتُ وَهُوَ حَيٌّ لاَيَمُوْتُ اغْفِرْ لأِ مّىِ فَاطِمَةَ بِنْتِ أَسَدٍ وَلَقّنْهَا حُجَّتَهَا وَوَسِّعْ عَلَيْهَا مَدْ خَلَهَا ِبحَقّ ِنَبِيّكَ وَاْلأَنْبِيَاءِ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِى فَاءِنَّكَ اَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ وَكَبَّرَأَرْبَعًا وَاَدْخَلُوْ هَا هُوَ وَاْلعَبَّاسُ وَاَبُوْ بَكْرٍ الّصِدّيِقِ رَضِىَ اللهُ عَنْهُمْ

“Allah yang menghidupkan dan yang mematikan dan Dialah yang hidup tidak mati; Ampunilah! Untuk Ibu saya Fathimah binti Asad dan ajarkanlah kepadanya hujjah (jawaban ketika ditanya malaikat) kepadanya dan luaskan kuburnya dengan wasilah kebenaran Nabimu dan kebenaran para Anbiya’ sebelum saya, sesungguhnya Engkau Maha Pengasih dan Rasulullah takbir empat kali dan mereka memasukkan ke dalam kubur ia (Rasulullah), Sahabat Abbas Abu Bakar As-Shaddiq r.a.” (HR Thabrani).

Dalam hadits di atas, Rasulullah bertawassul kepada Allah dengan dirinya sebagai orang yang paling mulia, juga bertawassul dengan nama para Nabi sebelumnya yang berhak mendapat shalawat dan salam.

Dalam kitab Riyadlus-Shalihin bab Wadaais-shahib hadits no.3, Rasulullah SAW mengizinkan Umar bertawassul dengannya, dan menyertakan Rasulullah saw dalam segala do’anya di Mekkah ketika umrah.

عَنْ عُمَرَبْنِ اْلخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ قَالَ اِسْتَأْذَنْتُ النَّبِىَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى اْلعُمْرَةِ فَأذِنَ لىِ وَقَالَ: لاَتَنْسَنَا يَااُخَيَّ مِنْ دُعَائِكَ فَقَالَ كَلِمَةً مَايَسُرُّنِى اَنَّ لىِ بِهَاالدُّنْيَا. وَفِى رِوَايَةِ قَالَ اَشْرِكْنَا يَااُخَىَّ فِى دُعَائِكَ. رواه ابوداود والترمذى

“Dari shahabat Umar Ibnul Khattab r.a. berkata: saya minta idzin kepada Nabi SAW untuk melakukan ibadah umrah, kemudian Nabi mengidzinkan saya dan Rasulullah SAW bersabda; wahai saudaraku! Jangan kau lupakan kami dalam do’amu; Umar berkata: suatu kalimat yang bagi saya lelah senang dari pada pendapat kekayaan dunia. Dalam riwayat lain; Rasulullah SAW bersabda: sertakanlah kami dalam do’amu”. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dalam hadits di atas Rasulullah meminta kepada sayyidina Umar untuk menyertakan Rasulullah dalam do’anya sayyidina Umar selama di Makkah, padahal kalau Rasulullah berdo’a sendiri tentu lebih diterima, tetapi beliau masih meminta do’a kepada sayyidinda Umar.

Rujukan lain untuk tawassul jenis ini seperti dalam kitab Sahhihul Bukhari jilid I, bahwa Sayyidina Umar Ibnul Khattab bertawassul dengan Rasulullah dan Sahabat Abbas ketika musim paceklik, sebagaimana disebutkan berikut ini:

عَنْ أَنَسٍ اَنَّ عُمَرَابْنَ اْلخَطَّابِ رَضِىَاللهُ عَنْهُ كاَنَ اِذَا قَحَطُوْا اِسْتَسْقىَ بِالعَبَّاسِبنِ عَبْدِاْلمُطَلِّبِ فَقَالَ: الَّلهُمَّ اِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ اِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِيْنَا وَاِنَّا نَتَوَسَّلُ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا, قَالَ: فَيُسْقَوْنَ.

رواه البخارى

“Dari sahabat Anas; bahwasannya Umar Ibnul Khattab r.a. apabila dalam keadaan paceklik (kekeringan) ia memohon hujan dengan wasilah Sahabat Abbas Ibn Abdil Muthalib, maka berdo’a sayyidina Umar : Yaa Allah sesungguhnya kami bertawassul kepada Engkau dengan wasilah paman Nabi kami (Sahabat Abbas) maka berilah kami hujan, berkata Sayyidina Umar kemudian diturunkan hujan”. (HR Bukhari)

Bertawassul kepada orang-orang yang dekat kepada Allah seperti para nabi, rasul dan shalihin, bukan berarti meminta kepada mereka, tetapi memohon agar mereka ikut memohon kepada Allah agar permohonan do’a diterima Allah SWT. Sebab, seluruhnya juga adalah haq Allah, seperti disebutkan berikut ini:

لاَمَانِعَ لمِاَ أَعْطَيْتَ وَلاَ مُعْطِيَ لمِاَ مَنَعْتَ

“Tiada yang bisa mencegah kalau Allah mau memberi, dan tidak ada yang bisa memberi kalau Allah mencegahnya.”

قُلْ هُوَاللهُ اَحَدٌ, اَللهُ الصَّمَدُ

“Katakanlah Dia Allah yang Maha Esa dan Allah tempat meminta.”

Sesungguhnya bertawassul dengan berdo’a dan mempergunakan wasilah, baik dengan iman, amal shaleh dan dengan orang-orang yang dekat kepada Allah SWT jelas tidak disalahkan oleh agama bahkan dibenarkan. Bertawassul bukan berarti meminta kepada orang yang dijadikan wasilah, melainkan memohon agar yang dijadikan wasilah memberikan keberkahan untuk diterima do’a para pemohonnya.
kajangberlipat
kajangberlipat
Orang Kaya
Orang Kaya

Posts : 278
Join date : 22/09/2015

Back to top Go down

Tawassul/Wasitah Empty Re: Tawassul/Wasitah

Post by kajangberlipat 18/2/2016, 09:41

Sejarah Perkembangan WAHABI di Malaysia. PENDAHULUAN Aliran Wahabi atau dalam bahasa Arabnya al-Wahhabiyyah adalah suatu aliran pemikiran yang dibawa oleh Muhammad bin `Abd al-Wahhab (m. 1206H), terkenal di Najd. Aliran yang dikatakan membawa misi tajdid dan pembaharuan dalam pemikiran Islam ini telah mendapat reaksi yang pelbagai dari kalangan para ulama Melayu sama ada dari sudut pro dan kontra. Namun, disebabkan pendekatan yang dibawa oleh aliran baruini tidak sesuai untuk diaplikasikan di Tanah Melayu bahkan ia dilihat bercanggah dengan amalan majoriti umat Islam, maka muncul sebilangan ulama yang telah mengambil sikap menentang keras kemasukan aliran ini dalam masyarakat Islam di Tanah Melayu. Hal ini telah diabadikan menerusi beberapa karya ilmiah dalam tulisan Jawi, misalnya kitab Pelita Penuntut yang ditulis oleh Syaikh Muhammad Syafie Bin `Abdullah bin Muhammad bin Ahmad Rangkul, Langgih, Patani, iaitu sebuah karya terjemahan terkenal kitab Ta`lim al-Muta`allim Tariq al-Ta`allum, karangan al-Syaikh Burhan al-Din al-Zarnuji. Penterjemah kitab ini telah memasukkan beberapa ulasan penolakan terhadap aliran Wahabi yang dikenali sebagai aliran ‘Kaum Muda’ dalam karya tersebut. Beliau menolak ajaran yang dibawa oleh aliran ini yang dikatakan telah menolak secara totok ulama Tasawuf dan memandang ilmuTasawuf sebagai ilmu yang terkeluar dari lingkungan ajaran Islam, menolak ijmak ulama, tradisi bermazhab, serta menolak beberapa amalan keagamaan yang telah sekian lama diamalkan oleh masyarakat Melayu, misalnya bacaan talqin mayat, bacaan lafaz Usalli sebelum solat, bertawassul, bacaan Surah Yasin malam Jumaat, mengadakan sambutan mawlid dan lain-lain lagi. Karya ini juga telah melabelkan ajaran kaum ini sebagai sesat dan menyeleweng dari ajaran Islam. Selain itu, terdapat juga beberapa buah kitab lain yang turut menyatakan penolakan secara tegas terhadap aliran ini seperti kitab Irsyad al-Jawin ila Sabil al-Ulama al-Amilin, karangan Hj Abdul Qadir Bin Haji Wan Ngah Bin Abdul Latif bin Uthman, Syeikh Ma`ahad Islami Wakaf Budi Sekam Mai Patani, dan kitab al-Jawahir al-Saniyyah, karangan Syaikh WanDaud Bin Syeikh Wan Abdullah al-Fatani, al-Durratual-Nafi'ah fi Asyrat al-Sa'ahdan Matali'al-Anwar wa Majami' al-Azhar, karangan Syaikh 'Uthman Jalaluddin bin Muhammad bin 'Abdus Shamad al-Kelantani dan banyak lagi. Justeru, kertas ini akan meninjau apakah hujah-hujah yang telah diketengahkan oleh ulama tersebut dalam menolak ajaran yang dikatakan sesat tersebut. Di akhir kertas, penulis akan mengemukakan beberapa analisis penulis terhadap aliran ini dan sejauh mana ia wajar dianut oleh umat Islam di Malaysia kini. ALIRAN PEMIKIRAN WAHABI : SATU PENJELASAN Perkataan Wahabi adalah merupakan satu kata nama yang dinisbahkan kepada sebuah aliran yang telah diasaskan oleh Muhammad b. `Abd al-Wahhab b. Sulaiman b. Ali (1115H-1206H) bersamaan (1703M-1792M) iaitu pada kurun ke-18 Masehi di Najd. Beliau yang berasal dari kabilah Banu Tamim, telah meninggal dunia pada tahun 1206H ketika berusia 92 tahun[1] dan jenazahnya telah dikebumikan di Dir`iyyah (Najd). Beliau telah dilahirkan di negeri al-`Uyaynah iaitu merupakan sebuah negeri kecil yang terletak kira-kira70 km di sebelah barat kota Riyad. Ayahnya iaitu `Abd al-Wahhab merupakan seorang tokoh ulama beraliran Hanbali yang masyhur dan pernah menjadi kadi dan mufti bagi negeri tersebut. Dikatakan bahawa datuknya iaitu Sulaiman b. Aliadalah merupakan mufti bagi seluruh wilayah Najd[2].Beliau hidup dalam keluarga yang faqih dalam mazhab Hanbali. Ini adalah kerana di wilayah Najd, terdapat para pengikut mazhab Hanbali, selain ia terletak berdekatan `Iraq yang merupakan markas utama penyebaran mazhab Hanbali pada ketika itu[3]. Setelah beliau menzahirkan pemikiran beliau yang nyata menimbulkan kontroversi, satu perselisihan telah berlaku yang bukan hanya melibatkan di antara beliau dengan penduduk kampungnya bahkan juga turut mencetuskan perselisihan di antara beliau dengan bapanya. Selain itu, Syaikh Sulaiman b. Abd al-Wahhab yang merupakan saudara kandung beliau telah mengarang sebuah kitab bagi menolak fahaman yang dibawa oleh saudara beliau yang dinamakan dengan Fasl al-Khitab fi al-Radd `ala Muhammad Ibn `Abd al-Wahhab. Bapa, saudara kandung dan guru-gurunya pernah berfirasat bahawa Muhammad b. Abdal-Wahhab ini akan menjadi seorang yang sesat dan menyeleweng setelah melihat banyak pendapat, perbuatan dan bantahannya dalam beberapa permasalahan[4]. Beliau telah menzahirkan dakwahnya secara rasmi hanya setelah kematian bapanya iaitu pada tahun 1153H[5]. Muhammad b. Abd al-Wahhab telah mengarang risalah yang bernama Kasyf al-Syubuhat `an Khaliq al-Ard wa al-Samawat dan menyebarkannya kepada beberapa wilayah demi memastikan dakyahnya tersebar luas. Di dalam risalah tersebut, beliau telah melontarkan fikrah-fikrah tauhid beliau yang bertentangan dengan arus perdana umat Islam dan mengemukakan pendekatan al-takfir al-syumuliy sebagai natijah terhadap umat Islam yang menolak fikrah tauhid yang dibawa oleh beliau. Beliau juga telah memberontak bersama angkatan tentera menentang umat Islam yang beliau hukumkan mereka sebagai kafir[6] serta menyalah gunakan ayat yang pada hakikatnya diturunkan oleh Allah subhanahu wata`ala kepada golongan Kafir dari kalangan Quraisy tetapi digunakannya ke atas golongan yang bertakwa dari kalangan umat Islam lebih-lebih lagi bagi mereka yang mengamalkan al-tawassul[7]. Salah seorang dari guru beliau, iaitu al-Syaikh Muhammad Ibn Sulaiman al-Kurdi telah mengatakan bahawa beliau adalah dari kalangan puak al-Khawarij al-Mariqin disebabkan pentakfiran yang dilakukan oleh beliau terhadap kaum muslimin[8]. Kemunculan dakyah Muhammad b. Abdul Wahhab bermula pada tahun 1143H manakala dakyahnya pula telah mula tersebar pada tahun 1150H. Gerakan ini telah bermula di Najd (Timur Madinah), iaitu di antara wilayah al-`Uyaynah dan wilayah al-Dir`iyyah berasaskan kepada persetujuan dan kerjasama antara Muhammad bin `Abd al-Wahhab dan Muhammad bin Sa`ud b. Muqrin b. Mirkhan (m. 1765 M) [9] dari Bani Hanifah[10] yang merupakan amir wilayah al-Dir`iyyah dan `Asir b. Ma`mar yang merupakan amir bagi wilayah al-`Uyaynah[11]. Muhammad b. Sa`ud ini telah memegang tampuk pemerintahan wilayah tersebut setelah dua tahun kemangkatan bapanya di Dir`iyyah iaitu pada tahun 1139 H. Kekuasaan beliau bertambah kuat dengan bantuan Inggeris dan turut dibantu oleh saudara kandungnya. Beliau juga telah melancarkan usaha memperbaharui agama Islam yang pada beliau telah mula tercemar dengan bidaah, khurafat dan tahyul dengan cara mengumpul barisan ahli tauhid (al-Muwahhidun)[12]. Gerakan ini telah menyeru orang ramai agar mentauhidkan Allah dan berjihad bagi memerangi musuh mereka yang dianggap sebagai orang-orang yang sesat,menyeleweng dan murtad[13]. Muhammad b. Abdul Wahhab telah berusaha menyebarkan dakyahnya dengan mengirim surat kepada para ulamadan umara (penguasa) beberapa buah negeri di Tanah Arab termasuklah Riyad,al-Ihsa, al-Haramayn, Mesir, Syiria, Iraq, India, Yaman dan lain-lain lagi[14]. Dalam surat yang dikirimkan tersebut, beliau menjelaskan tentang bahaya syirik [pada sangkaan beliau] yang mengancam negara Islam di seluruh dunia. Dalam surat itu juga turut dinyatakan tentang bahaya bidaah dan khurafat [menurut beliau]. Di antara perkara-perkara bidaah dan khurafat yang dinyatakan oleh beliau di dalam surat tersebut adalah seperti; bertawassul kepada Nabi[15],para anbiya’ dan auliya’, memohon syafaat Nabi[16],membuat binaan di atas kubur[17],dan banyak lagi. Muhammad b. Abdul Wahhab mendakwa bahawa matlamat yang ingin dicapai melalui mazhab yang diasaskan oleh beliau ini adalah untuk mensucikan tauhid dan membebaskannya dari perkara khurafat dan kesyirikan[18].Namun, hakikatnya Muhammad b. Abdul Wahhab ini bukanlah seorang yang layak digelar mujaddid, bahkan, beliau tidak lain hanyalah seorang penerus kepada fahaman tauhid yang telah dibawa oleh Ibn Taymiyyah dan Ibn al-Qayyim yang jelas terkeluar dari rangkaian ijma’ para ulama. Bahkan dalam banyak perkara yang berhubung dengan soal akidah, beliau telah bertindak lebih keras berbanding apa yang dianjurkan oleh Ibn Taymiyyah[19]. Ini terbukti dengan wujudnya fahaman dalam kalangan para pengikut beliau yang telah menganggap bahawa setiap negara Islam yang tidak menerima dakwah mereka adalah merupakan negara yang syirik dan kufur manakala para ulama yang terdapat di dalam negara tersebut pada hakikatnya adalah jahil dalam urusan agama[20]. Fahaman yang dibawa oleh mereka ini sebenarnya bukan sekadar berkisar pada gerakan dakwah semata-mata bahkan mereka turut menghunus pedang untuk memerangai golongan yang menentang mereka dan menganggap golongan yang menentang mereka tersebut sebagai golongan mungkar yang wajib diperangi[21]. Ini berbeza dengan pendekatan para ulama’ lain yang hidup sezaman dengan Muhammad b. Abd Wahhab seperti al-Syaikh Syah Waliyyullah al-Dehlawi, al-Syaikh Muhammad Hayat al-Sindi,al-Syaikh al-Tahanawi al-Hindi dan al-`Allamah Muhammad b. Ismail al-Amiral-San`ani yang telah melaksanakan dakwah kepada masyarakat Islam di wilayah masing-masing dengan begitu lunak tanpa sekali-kali mengkafirkan mana-mana umat Islam yang tidak mengikut dakwah mereka[22]. Di antara pegangan sesat lagi bahaya yang telah dibawa oleh golongan ini adalah seperti; mengkafir bahkan mensyirikkan umat Islam yang bertawasul dengan baginda Nabi Muhammad sallahu`alaih wasallam, para anbiya’ yang lain, malaikat dan para wali Allah,mengharamkan perbuatan menziarahi makam Nabi Muhammad sallahu `alaihwasallam bahkan menegah umat Islam menziarahi makam baginda, menegah umat Islam daripada berselawat ke atas Nabi Muhammad sallahu `alaih wasallam, membakar kitab Dala’ilal-Khairat yang merupakan sebuah kitab yang banyak mengandungi ucapan selawat ke atas Nabi, menganggap Nabi Muhammad sallahu `alaih wasallam tidak lebih seperti utusan biasa yang diutuskan oleh seorang pemerintah bagi menyampaikan sesuatu perkhabaran kepada rakyat di bawah jajahnnya[23], mengkafirkan umat Islam yang tidak mengikut mazhab mereka serta banyak lagi. Kini gelombang aliran pemikiran Wahabi ini mula menjadi-jadi di Malaysia. Dengan penamaan yang pelbagai seperti Kaum Muda, Salafiyyah, Mazhab Salaf, Ansar al-Sunnah, al-Athari, Ahl al-Sunnah wa al-Jama`ahal-Salafiyyah dan slogan “kembali kepada al-Quran dan al-Sunnah” atau “pejuang sunnah penghapus bid`ah”, mereka telah berusaha sedaya upaya mengatur pelbagai agenda dan strategi bagi mempengaruhi mejoriti umat Islam sama ada dari sudut amalan mahupun pegangan. SEJARAH KEMASUKAN FAHAMAN WAHABI KE TANAH MELAYU Kewujudan fahaman Wahabi di Malaysia amat bekait rapatdengan sejarah gerakan Kaum Muda yang telah dipelopori oleh dua orang tokoh utama yang juga merupakan tokoh muslim modernis[24]Islam di Malaysia iaitulah; Syaikh Tahir Jalaluddin al-Falaki al-Azhari dan Syaikh Syed al-Hadi[25]. Pemikiran kedua-dua tokoh ini dalam mencanang fahaman reformasi dan pembaharuan di kalangan masyarakat setempat pada ketika itu adalah berinspirasikan kepada pemikiran Jalaluddin al-Afghani (m. 1315H/1879M), Muhammad Abduh (m.1323H/1905M) dan Muhammad Rasyid Ridha (m. 1353H/1935M) yang terkenal sebagai tokoh pembaharuan di Mesir pada penghujung abad ke-19. Gerakan yang telah dipimpin oleh Muhammad Abduh ini juga telah dikenali dengan nama Gerakan Wahhabi[26]. Terdapat beberapa fakta yang telah melakarkan sejarah awal kemasukan pemikiran Kaum Muda ke Tanah Melayu, antara lain adalah: Fakta pertama berdasarkan penulisan al-Marhum Tuan Guru Hj `Uthman Jalal al-Din b. Muhammad di dalam kitab beliau yang bertajuk Matali` al-Anwar wa Majami` al-Azhar. Di dalam karangannya ini, beliau telah menyatakan bahawa faham Kaum Muda telah bertapak di Tanah Melayu pada awal dekad abad ke-20. Ini dibuktikan dengan berlakunya beberapa perselisihan dalam urusan agama dalam kalangan penduduk Tanah Melayu pada ketika itu sehingga menyebabkan kaum Melayu telah berpecah kepada beberapa puak. Katanya; "Sesungguhnya kami mulai belajar furu' syariat dan lain-lainnya pada tahun 1311H/1890M. Maka dalam masa yang tersebut itu tiada satu perubahan perkara agama daripada kaum kami bahkan bertaqlid mereka itu bagi salah suatu daripada mazhab yang empat dan banyak ulama'-ulama' yang besar padanya. Dan tatkala adalah pada tahun1319H/1898M kami mula bermukim dalam Mekah empat tahun. Maka tidaklah kami mendapatkan padanya suatu perubahan perkara agama daripada kaum kami, maka menimbang oleh kami dengan belajar furu' syari'at dan alatnya sebelas tahun. Kemudian pada tahun 1341H/1900M kami kembali bermukim dalam Mekah pula. Maka tiada juga padanya suatu perubahan perkara agama. Kemudian tatkala adalah pada tahun 1343H/1902M mengambil oleh kaum Wahabi akan Mekah dan Madinah, maka tatkala adalah pada tahun 1351H/1910M maka kami turun ke Jawi pula. Maka kami mendapat padanya berpecah-pecah kaum kami beberapa puak dan beberapa perselisihan di antara mereka itu"[27]. Fakta kedua adalah berdasarkan catatan sejarah berkenaan tokoh utama Kaum Muda di Malaysia selain Syed Syaikh Al-Hadi, pada awal abad 20-an iaitu Syaikh Tahir Jalaluddin[28]. Beliau merupakan seorang yang berlatar belakangkan pendidikan dari Universitial-Azhar. Ketika belajar di universiti tersebut, sedikit sebanyak beliau telah terkesan dengan fikrah pembaharuan yang telah digagaskan oleh Syaikh Jalaluddin Al-Afghani[29] dan Syaikh Muhammad Abduh[30] melalui gerakan tajdid dan islah pada ketika itu[31]. Beliau juga sempat bersahabat dengan Muhammad Rasyid Ridha, pengasas majalah al-Manar[32] yang juga merupakan anak murid terkanan kepada Syaikh Muhammad Abduh. Setelah menamatkan pengajiannya dalam bidang Falak di Universiti al-Azhar pada tahun 1897, beliau telah ke Makkah untuk memperdalam pengetahuan agama dari para ulama Makkah dan Madinah pada ketika itu. Pada tahun 1899, beliau telah kembali ke tanah air serta mula menggagaskan idea-idea pembaharuan dalam masyarakat Islam di Tanah Melayu pada zaman tersebut[33]. Rentetan daripada itu, aliran Wahhabi yang didukung oleh Kaum Muda telah muncul di Malaysia Barat (Malaya/Tanah Melayu) sekitar tahun 1906 dengan lahirnya majalah al-Imam[34]di bawah pimpinan Syeikh Muhammad Tahir Jalaluddin di Singapura[35]. Idea-idea yang dibawa dalam majalah tersebut adalah sama dengan idea-idea yang terdapat di dalam majalah `Urwat al-Wuthqa[36] (1884) yang diterbitkan oleh Muhammad `Abduh dan Jalaluddin al-Afghani di Paris dan majalah al-Manar (1896) yang diterbitkan oleh Muhammad Rasyid Ridha di Mesir[37]. Penerbitan al-Imam juga dianggap sebagai manifestasi perkembangan pemikiran islah tokoh-tokoh islah Mesir ke dalam masyarakat Melayu[38]. Dalam usaha penerbitan majalah al-Imam tersebut, beliau dibantu oleh beberapa orang tokoh lain seperti Syed Syeikh b. Ahmad al-Hadi, Haji`Abbas b. Mohamad Taha dan Syeikh Mohd. Salim al-Kalali[39]. Selain daripada akhbar al-Imam,terdapat beberapa buah akhbar dan majalah lagi yang banyak menyiarkan rencana Islahnya. Antaranya adalah al-Ikhwan, Semangat Islam, Saudara dan sedikit dalam Bumiputera, yang kesemuanya diterbitkan di PulauPinang[40]. Di antara idea pembaharuan yang [secara radikal dan berani] telah ditonjolkan oleh beliau adalah menerusi rencananya yang bertajuk “Membetulkan Perjalanan Ugama atau Peraturan Perjalanan Kaum Islam”, yang disiarkan secara bersiridi dalam al-Ikhwan[41] dan rencananya yang bertajuk “Bidaah Talkin Surat Terbuka kepada sekalian saudara orang-orang Islam”, yang diterbitkan oleh akhbar Saudara pada bulan November, 1930[42]. Justeru, ini bermakna, usaha penyebaran fikrah Kaum Muda di Tanah Melayu ini telahpun bermula seawal tahun 1899. Fakta ketiga adalah berdasarkan catatan sejarah berkenaan tokoh agama terkenal di Tanah Melayu pada awal abad 20-an iaitu Syed Syaikh al-Hadi[43]. Beliau telah diangkat sebagai pengasas utama aliran Kaum Muda di Tanah Melayu selain daripada Syeikh Tahir Jalaluddin. Usaha pertama beliau dalam mengembangkan aliran Kaum Muda di Tanah Melayu adalah dengan pembukaan Madrasah al-Iqbal Islamiyyah pada tahun 1907 di Seligi Road, Singapura[44]. Namun, disebabkan terdapat perselisihan antara para ibu bapa dan guru di sebelah pihak dengan penguasa sekolah yang diwakili oleh Raja Hj. Ali b. Raja Ahmad, saudara Sultan Riau di pihak lainnya, madrasah tersebut terpaksa ditutup[45]. Kemudian, beliau telah membuka Madrasah al-Hadi di Bandar Kaba, Melaka pada tahun 1915. Madrasah ini telah mengajarkan ajaran Islam yang progresif berasaskan pemikiran Syeikh Muhammad `Abduh. Tetapi, disebabkan cara dan gaya beliau yang lebih cenderung ke arah reformasi dalam memimpin madrasah tersebut tidak dapat diterima oleh masyarakat tempatan, terutamanya Kaum Tua[46], iaitu pihak ulama tradisional dan pihak bangsawan, maka Madrasah al-Hadi tersebut kemudiannya ditutup pada tahun 1918[47]. Setelah itu, pada tahun 1919, beliau telah berhijrah ke Pulau Pinang dan telah membuka Madrasah al-Masyhur al-Islamiyyah[48] di sana dan turut mengasaskan majalah al-Ikhwan[49] dengan terbitan pertamanya pada 16 September 1926. Sekolah tersebut telah berjaya melahirkan beberapa orang tokoh Kaum Muda pada zaman tersebut seperti Dr Burhanuddin al-Helmi (bekas yang Di-Pertua Persatuan Islam Se-Tanah Melayu (PAS) yang pertama) dan Haji Abu Bakar Asy`ari (tokoh agama negeri Perlis). Gerakan reformasi yang dipelopori oleh Syed Syeikh al-Hadi dan Kaum Muda ini dilihat telah berkembang di Negeri-negeri Melayu bersekutu di Pantai Barat seperti di Perak. Seterusnya gerakan pembaharuan ini terus berkembang dan menular pula ke negeri-negeri Selangor, Negeri Sembilan dan Negeri-negeri Melayu Tidak bersekutu yang lain seperti Perlis[50]. Didapati bahawa, matlamat sebenar perjuangan Syed Syeikh al-Hadi ini adalah untuk membersihkan fahaman orang Melayu daripada kepercayaan karut [menurutnya] selain daripada memperbaiki taraf ekonomi dan sosial orang Melayu. Walaubagaimanapun, kecamannya terhadap kaum Tua secara tidak langsung telah melibatkan juga pihak berkuasa agama negeri dan golongan atasan seperti sultan dan pembesar-pembesar yang menjadi benteng utama Golongan Tua[51]. Syed Syeikh al-Hadi ternyata lebih berjaya meluaskan pengaruhnya di negeri-negeri selat iaitu Singapura, Melaka dan Pulau Pinang[52]. Ini adalah kerana negeri-negeri tersebut tidak bersultan dan hanya diperintah oleh Inggeris dan ini telah memudahkan kegiatan menyebarkan fahamannya dan melancarkan gerakan pembaharuan dalam masyarkat Melayu. Maka berdasarkan data sejarah tersebut, aliran kaum Muda ini telah mula bertapak di Tanah Melayu melalui usaha Syed Syaikh al-Hadi seawal tahun 1907. Rumusan daripada data sejarah tersebut didapati bahawa usaha penyebaran fahaman Kaum Muda di Tanah Melayu telah bermula sejak awal dekad abad ke-20 iaitu dari tahun 1899-1910 dengan dipelopori oleh dua orang tokoh ‘reformis’ ulung pada ketika itu iaitu Syaikh Tahir Jalaluddin al-Falaki al-Azhari dan Syed Syaikh al-Hadi. Manakala, pendapat Muhammad Abduh, Jalaluddin al-Afghani dan Muhammad Abdul Wahab telah menjadi intipati terhadap fahaman Kaum Muda tersebut[53].Namun, gerakan Islah Islamiyyah ini telah menjadi malap dan kehilangan fungsinya menjelang tahun 1930[54]. [1] Al-Mansuri,al-Shaikh Ibrahim al-Samnudi(1898), Kitab Sa`adah al-Daraynfi al-Radd `alaal-Wahabiyyah wa Muqallidah al-Zahiriyyah, Misr:Matba`ah Jaridah al-Islam,h. 35. [2] Hirsi Muhammad Haylulah (1996), al-Salafiyyahal-Wahhabiyyahbayna Muayyidihawa Muntaqidiha,c. 1, (t.t.p): Borneo Printers & Trading Sdn. Bhd., h. 35. [3] Ibid., h. 36. [4] Ibid. [5] Husain b. Ghannam (1985), Tarikh Najd, c. 2,Kaherah: Dar al-Syuruq, h. 83. [6] Fazlur Rahman (2008), Kebangkitan Semula danPembaharuan dalm Islam: Satu Kajian Tentang Fundamentalisme Islam, KualaLumpur: Institut Terjemahan Negara Malaysia Berhad, h. 179. [7] Dalam dakyah golongan ini menggambarkan seolah-olah mereka benar-benar ikhlas mempercayai keesaan Allah dan terhindar daripada syirik, dan seolah-olah semua orang Islam telah menjadi syirik selama hampir 600 tahun, dan menjadi tugas mereka menyelamatkan umat Islam daripada kekufuran. Sebagai contoh, mereka telah mengemukakan ayat 5 dari Surah al-Ahqafdan ayat 106 dari Surah Yunus untuk membuktikan kebenaranmereka sedangkan semua tafsiran al-Quran yang muktabar bersepakat menyatakanbahawa kedua-dua ayat tersebut dan ayat-ayat lain yang seumpamanya diturunkanterhadap golongan musyrikin. Lihat Ayyub Sabri Pasha (t.t), Wahhabism andIt’s Refutation by The ahl as-Sunna, Abu Bakar Othman (terj.), Johor:Percetakan Surya, h. 10; Al-Mansuri,al-Shaikh Ibrahim al-Samnudi(1898), op.cit., h. 54. [8] Ibid., h. 36. [9] Hamadi al-Rudaysi& Asma’ Nuwaydah (2008 ), al-Radd `alaal-Wahhabiyyahfi al-Qarn al-Tasi``Asyar-Nusus al-Gharb al-IslamiNamudhajan. Beirut: Daral-Tali`ah li al-Tiba`ahwa al-Nashr, h. 09. [10] Al-Mansuri,al-Shaikh Ibrahim al-Samnudi(1898), op. cit., h. 36. [11] Hasanb. Farhan al-Maliki (2004), Da`iyahwa Laysa Nabiyyan,Jordan: Dar al-Razi,h. 09. [12]KamarulAzmi Jasmi (2007), Pembaharuan dalam Dunia Islam, c. 1, Johor: PenerbitUniversiti Teknologi Malaysia, h. 57. [13] Hasan b. Farhan al-Maliki(2004), op.cit., h. 09. [14] KamarulAzmi Jasmi (2007),op.cit., h. 59. [15] Husainb. Ghannam (1985), op.cit., h. 226. [16] Ibid.,h. 232 [17] Ibid. [18] Mengapakah perlu digelarkan Muhammad b. Abd al-Wahhabitu sebagai mujaddid atau pejuang Islam sedangkan golongan atau pihak yangditentangnya itu adalah kerajaan turki Uthmaniyyah yang merupakan sebuahkerajaaan yang menaungi umat Islam serta telah diakui akan kedaulatannya olehseluruh dunia Islam pada abad tersebut. Maka apakah kerelevenan dakwaan merekaitu sekiranya gerakan jihad dalam menghapuskan bid`ah dan khurafat [menurutmereka] tersebut ditentang sendiri oleh Kerajaan Dawlah Uthmaniyyah pada ketikaitu. LihatHusain b. Ghannam (1985), op.cit., h. 243. [19] Muhammad AbuZahrah (t.t), Tarikh al-Madhahibal-Islamiyyah fial-Siyasah wa al-`Aqa`idwa Tarikh al-Madhahibal-Fiqhiyyah,Kaherah: Dar al-Fikr al-`Arabi,h. 208-209; `Ala’ al-Din al-Hamawi &Imanal-Kurdi (2009), Tarikhal-`Aqidah al-Islamiyyah, Syiria: Daral-`Asama’, h. 145. [20] Hasan b. Farhan al-Maliki (2004),op. cit., h. 13. [21] MuhammadAbu Zahrah (t.t), op.cit.,h. 209. [22] Ibid. [23] Al-Mansuri,al-Shaikh Ibrahim al-Samnudi(1898), op.cit., h. 43, 44, 52,53. [24] Muslimmodernis adalah satu golongan yang berjuang untuk membina ilmu dan membangunkanumat Islam pada zaman mereka. Golongan ini telah mengemukakan pemikiran danidea-idea yang dinamakan oleh para sarjana sebagai modernism Islam (Islamicmodernism). Terdapat beberapa pertentangan yang bersifat berterusan diantara modernis Islam dan konservatif Islam dalam masyarakat Islam kontemporari. Modernisberusaha mereformasikan Islam dan menyesuaikannya dengan suasana kehidupankontemporari, sedangkan konservatif berpegang kepada jaran-ajaran Islam yangtradisional dan menolak pengaruh-pengaruh Barat dan lainnya. Modernism Islamtelah dicetuskan dan dikembangkan oleh Muslim modernis seperti Jamaluddinal-Afghani (1839-1897) di India, Turki dan Mesir, Sayid Ahmad Khan (1817-1898)di India, dan Muhmmad Abduh (1849-1905) di Mesir. Lihat Ibrahim Abu Bakar(1991), “Islam dan Pembangunan dari Kacamata Muslim Modernis di Malaysia”(Kertas Kerja Simposium Kebudayaan Indonesia-Malaysia ke-IV di UniversitiKebangsaan Malaysia, 26-27 November 1991), h. 1-2. [25] Kajian berkaitankebangkitan Islam dan penerbitan majalah berunsur Islah di Tanah Melayu telahdilakukan oleh beberapa orang sarjana seperti William R. Roff, Abu BakarHamzah, Ibrahim Abu Bakar, Sarim Mustajab, dan Abdul Aziz Mat Ton. Mereka telahmeletakkan Syaikh Tahir Jalaluddin dan Syed Syaikh al-Hadi sebagai pencetus danpenggerak kepada gerakan pembaharuan khususnya menerusi penerbitan majalah al-Imam.Lihat Farid Mat Zain dan Rabitah Mohd Ghazali (2006), “Hubungan dan PengaruhMajalah al-Manar Terhadap Kebangkitan Islam di Malaysia: Fokus Terhadap MajalahTerpilih” dalam Budaya dan Pemikiran Islam Mesir-Malaysia, AhmadSunawari Long, Zul`azmi Yaakob (ed.), Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM):Jabatan Usuluddin dan Falsafah, h. 114-115. [26] Mohammad Idris Saleh,et. al, (1994), Sejarah Pembangunan Bangsa dan Negara, Kuala Lumpur:Utusan Publications & Distributors Sdn. Bhd., h. 66. [27] `Uthman Jalal al-Dinb. Muhammad (t.t), Matali` al-Anwar wa Majami` al-Azhar, Patani: KedaiKitab Ihya’ `Ulum al-Din, h. 169-170. [28] Nama sebenar beliauadalah Muhammad Tahir b Jalaluddin Ahmad. Beliau telah dilahirkan pada hariSelasa, 9 Disember 1869, di Surau Kamba, Kota Tuo Ampek Angkek, Bukit Tinggi,Sumatera Barat dan telah kembali ke rahmatullah pad 26 Oktober 1956 diKuala Kangsar, Perak pada usia 87 tahun. Semasa hayatnya, beliu tekenal dengannama Syaikh Tahir Jalaluddin al-Falaki al-Azhari. Untuk maklumat lanjut, silarujuk Bachtiar Djamily (1994), Riwayat Hidup dan Perjuangan Syekh TahirJalaluddin al-Falaki al-Azhari, c. 1, Kuala Lumpur: Asmah Publisher, h. 13. [29] Al-Afghanitelah mencipta ilham dengan agenda membangun kembali dasar-dasar masyarakatIslam dengan nasionalisme. Lihat Hamdan Hassan (1973), “Syeikh Tahir JalaluddinPelopor Pembaharuan Pemikiran Islam di Malaysia” dalam Dewan Bahasa, b.9, h. 405. [30] MuhammadAbduh menerusi gerakan pembaharuan yang dilancarkan olehnya, beliau ternyatalebih menekankan kepada pemurnian kembali agama Islam, membangun masyarakatnyaatas dasar-dasar ajaran Islam menurut alam pemikiran yang moden, pembaharuanpendidikan yang lebih tinggi atas kaum muslimin dan pembelaan Islam terhadappengaruh-pengaruh Barat dan serangan puak Kristian. Ibid. [31] Ibid., h. 29. [32] Sohaimi Abdul Aziz,ed. (2003), Syeikh Tahir JalaluddinPemikir Islam, Pulau Pinang: Penerbit Universiti Sains Malaysia, h. 13.Lihat juga Hamdan Hassan (1973), op.cit., b. 9, h. 408. [33] Ibid., h. 30. [34] Majalah ini telah diterbitkan pada 22 Julai 1906 dan berjaya diterbitkan sebanyak 31 keluaran. Majalah al-Imam ditulis dengan huruf Jawi dan berukuran lebar 6.3inci serta panjang 8.6 inci. Pada mulanya majalah ini dicetak oleh Matba`ahMelayu Tanjung Pagar, kemudian ia telahdicetak pula oleh al-Imam Printing Company Limited. Al-Imam mengandungi 32 halaman yang dijual dengan harga 25 sen wang British pada ketikaitu. Tujuan penerbitan majalah ini terungkap dengan jelas dalam rencanapengarangnya yang ditulis oleh Syeikh Mohd. Sallim al-Kalali iaitu untuk “mengingatkan mana yang lalai dan menjagakan mana yang tidur dan menunjukkan mana yang sesat dan menyampaikan suara yang menyeru dengan kebajikan”. Menurut Hamka, pemikiran Syed Jamaluddin al-Afghani dan Syeikh Muhammad Abduh telah mempengaruhi majalah ini. Kandungan dan intisari majalah tersebut telah menitikberatkan beberapa masalah utama seperti 1) Memperjuangkan Islamberdasarkan al-Quran dan al-Hadith 2) Memberikan galakan kepada orang Melayusupaya melakukan ijtihad dan menjauhkan diri daripada taklid buta 3)Menyarankan sistem pendidikan baru, iaitu sistem yang berdasarkan pendidikanIslam yang sihat serta ditambah dengan pengetahuan Arab, Inggeris, Ilmu Hisabdan Agama. Majalah ini juga telah terpengaruh dengan majalah al-Manaryang diterbitkan oleh Muhammad Rashid Ridha (1865-1935). Penerbitan al-Imamterhenti pada tahun 1908 kerana masalah kewangan. Untuk ketangan lanjut, silarujuk Talib Semat (1992), Syed Syeikh al-Hadi Sasterawan Progresif Melayu,Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, c. 1, 21; Talib Semat (1990),“Menyusuri Kehidupan Syed Sheikh al-Hadi” dalam Dewan Sastera, j. 20, b.2, h. 53;Talib Samat (1998), “Syed Syeikh al-Hadi: Kehidupan dan PandanganHidupnya yang Terpancar dalam Karya Sastera” dalam Dewan Sastera, b. 6,h. 15; Mohammad Redzuan Othman (2005), Islam dan Masyarakat Melayu: Peranandan Pengaruh Timur Tengah, Kuala Lumpur: Penerbit Universiti Malya, h. 97; Abdul Aziz Mat Ton(2006), Pengislahan Masyarakat Melayu: Perbincangan al-Imam 1906-1908,Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, h. 44; Sohaimi Abdul Aziz, (ed.),(2003), op. cit., h. 38. [35] Lihat FadhlullahJamil (2003), “Pengaruh Pemikiran Syed Jamaluddin al-Afghani dan SyeikhMuhammad Abduh terhadap Syeikh Tahir Jalaluddin” dalam Sohaimi Abdul Aziz,(ed.), (2003), op., cit, h. 33; Bachtiar Djamily (1994), op., cit,h. 89. [36] Akhbar ini hanya dapat dikeluarkan sebanyak 18 kalisahaja berikutan langkah-langkah ketat yang diambil oleh pihak British dalammenyekat penerbitannya. Dalam sepucuk surat yang dikirim oleh Muhammad Abduhdari Paris kepada salah seorang dari temannya ‘Wilfred Blant’ seorang penyairInggeris dan pengarang buku ‘Sejarah Sulit Penjajahan Inggeris di Mesir’,Muhammad Abduh telah menggariskan matlamat penerbitan akhbar tersebut kepadadua iaitu: 1) Mempertahankan kemerdekaan bangsa-bangsa timur dari penjajahanBarat, 2) Mencetuskan kegelisahan kerajaan British sehinga ia menghentikantindakan-tindakannya yang menggugat orang-orang Arab dan Orang-orang Islam.Lihat Osman Haji Khalid (1988), Pengenalan Buku-buku Utama Islam, c. 1,Kuala Lumpur: al-Rahmaniah, h. 26. [37] Sohaimi Abdul Aziz,ed. (2003), op., cit, h. 3. [38] MohammadRedzuan Othman (1998), “Peranan Pengaruh Mesir dalam Perkembangan KesedaranPolitik Masyarakat Melayu sebelum Perang Dunia II” dalam Pengajian Sasteradan Sosiobudaya Melayu Memasuki Alaf Baru, Hashim Awang AR (et. al) (1998),Kuala Lumpur: Akademi Pengajian Melayu Universiti Malaya, h. 329. [39]Fadhlullah Jamil(1998), op. cit., h. 21-22. [40] MenurutMohd Sarim, penulisan rencana yang terbit di dalam akhbar dan majalah Islahsekitar 1920-an adalah lebih bernafas sederhana jika dibandingkan denganrencana yang terbit dalam saluran media tersebut pada sekitar tahun 1920-anhingga tahun 1930-an. Ini adalah kerana, menjelang pertengahan tahun 1920-andan 1930-an permasalahan furu’ agama telah diperkatakan dengan begitu hebatsekali. Tema-tema seperti masalah “Taklid dan Ijtihad”, “Usalli”, “BidaahTalkin”, “Masalah Wahabi”dan sebagainya memenuhi ruang akhbar dan majalahMelayu pada ketika itu. Rujuk, Mohd Sarim Hj. Mustajab (1996), “Gerakan IslahIslamiah: Kajian Terhadap Tiga Tokoh Pelopornya”, dalam Melaka dan ArusGerakan Kebangsaan Malaysia, Abdul Latiff Abu Bakar (ed.) (1996), KualaLumpur: Penerbit Universiti Malaya, h. 125; Mohd Sarim Hj. Mustajab (1978), “GerakanIslah Islamiyyah di Tanah Melayu 1906 Hingga 1948”, kertas kerja dalamKongres Sejarah Malaysia 10-12 April 1978 di Universiti Kebangsan Malaysia(UKM), Bangi Selangor, h. 09. [41] MohdSarim Hj. Mustajab (1996), Ibid. [42] MohdSarim Hj. Mustajab (1978), op.cit., h. 12. [43] Syed Syeikh al-Hadib. Syed Ahmad b. Hassan al-Hadi merupakan seorang yang berketurunan ArabHadhramaut. Beliau telah dilahirkan pada petang hari selasa, 25 Rejab tahun1291H bersamaan tahun 1867 Masihi, di Kampung Hulu, Melaka. Beliau sebenarnyatelah terpengaruh dengan idea-idea islah yang dikemukakan oleh Sayyid MuhammadRasyid Ridha di Mesir melalui penerbitanmajalah al-Manar. Sayyid Muhammad Rasyid Rida merupakan murid terkanankepada Syeikh Muhammad `Abduh yang merupakan seorang tokoh gerakan Islah diAsia Barat. Antara isu-isu yang dibincangkan dalam majalah tersebut adalah: 1)memperjuangkan Islam berdasarkan al-Quran dan al-Hadith serta menolak tahayul,khurafat dan bidaah. 2) menggalakkan orang Islam agar melakukan ijtihad danmenjauhkan diri daripada taklid buta yang dilihatkannya sebagai suatu yangmeruntuhkan masyarakat. Lihat Fadhlullah Jamil (1998), “Syed Syeikh al-Hadi:Pemikiran Terhadap Islam dan Perubahan” dalam Dewan Sastera, b. 6, h.22. [44] TalibSemat (1992), op., cit, h. 44. [45] FadhlullahJamil (1998), op., cit, h. 22. [46] Kaum Tua cubamemulihkan zaman keagungan Melayu sebelum kedatangan Barat dengan kuasa penuhraja. Manakala Kaum Muda pula inginkan pemerintahan demokratik mengikut lunaspentadbiran yang dilakukan Barat. Mereka juga mempercayai bahawa salah fahamdalam memperaktikkan nilai Islam telah menyebabkan orang Melayu ketinggalan danhidup dalam kemunduran. Lihat Mohammad Idris Saleh, et. al, (1994), op. cit., h. 67. [47] TalibSemat (1990), “Menyusuri Kehidupan Syed Sheikh al-Hadi” dalam Dewan Sastera,j. 20, b. 2, h. 51. [48] Ibid. [49] Majalah al-Ikhwantersebut berukuran lebar 6.6 inci dan panjang 9 inci dan telah diterbitkandalam tulisan Jawi. Lihat Talib Semat (1992), op., cit, h. 23. [50] Ibid.,h. 46. [51] Ibid.,h. 48. Kaum Tua di Malaya diwakili oleh mufti dan kadi-kadi kerajaan yangmempunyi kuasa penuh di negeri masing-masing untuk mengawasi, mentadbir danmengeluarkan fatwa-fatwa mengenai hal ehwal ugama Islam. Mereka juga berhakmelarang beredarnya majalah-majalah dan surat khabar-surat khabar yangmenyiarkan faham pembaharuan pemikiran Islam di negeri-negeri masing-masing danyang mengandungi pendapat yang bertentangan dengan fatwa yang dikeluarkan olehmereka. Seksyen 19B Enakmen Undang-undang Islam 1904, Pindaan enakmen 1925telah memperuntukkan bahawa sesiapa yang mencetak dan menerbitkan bahan bacaanberkaitan dengan Islam tanpa kelulusan bertulis daripada Duli Yang Maha MuliaSultan boleh dikenakan hukuman denda sebanyak RM200 atau dihukum penjara.Peruntukan ini digunakan dalam menyekat penerbitan dalam negeri dan dalamsesetengah kes digunakan untuk mengharamkan sebarang penerbitan atau memaksapenarikan semula penyebarannya. Maka, disebabkan sekatan ini, Kaum Mudaterpaksa menumpukan sebahagian besar kegiatan penerbitan mereka keNegeri-negeri selat yang tidak mempunyai Majlis Agama. Lihat dalam William R.Roff (1985), Kaum Muda- Kaum Tua, Singapore: Institute of Southeast AsiaStudies, h. 178-179; Hamdan Hassan (1973), op.cit., b. 9, h. 411. [52] Ibid. [53] Ramlah Adam (2003), Burhanuddinal-Helmy: Suatu Kemelut Politik, c. 3, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa danPustaka, h. 11. [54] William R. Roff (1985), op. cit., h. 162-192. *
kajangberlipat
kajangberlipat
Orang Kaya
Orang Kaya

Posts : 278
Join date : 22/09/2015

Back to top Go down

Tawassul/Wasitah Empty Tawassul/Wasitah

Post by kajangberlipat 17/2/2016, 15:04

Tawassul dengan Orang yang Telah Wafat
(Diringkas dari Buku Kajian Tawassul, LBM NU Sby)
Tawassul inilah yang selalu diperselisihkan umat Islam. Diantara ulama yang memperbolehkan adalah Imam Malik, Imam Ahmad, Imam Nawawi, Imam Subki, al-Qasthalani (ahli hadis), al-Hakim, al-Hafidz al-Baihaqi, al-Hafidz al-Thabrani, al-Hafidz al-Haitsami, Ibnu Hajar al-Haitami, al-Karmani, al-Jazari, Ibnu al-Hajj, al-Sumhudi dan masih banyak lagi ulama lain yang memperbolehkannya.
Namun ada pula sebagian kecil golongan yang melarangnya, seperti kelompok Wahhabi dan yang sepaham dengannya. Sedangkan Ibnu Taimiyah yang tergolong ulama besar dari kalangan Wahhabi tidak sepenuhnya melarang tawassul dengan Rasulullah e atau dengan yang lain. Menurutnya, jika tawassul kepada Nabi Muhammad e dimaksudkan sebagai bentuk rasa keimanan dan kecintaan kepadanya maka diperbolehkan. Berikut petikannya:
وَإِذَا حُمِّلَ عَلَى هٰذَا الْمَعْنَى لِكَلَامِ مَنْ تَوَسَّلَ بِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم بَعْدَ مَمَاتِهِ مِنَ السَّلَفِ كَمَا نُقِلَ عَنْ بَعْضِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَعَنِ الْإِمَامِ أَحْمَدَ وَغَيْرِهِ كَانَ هَذَا حَسَناً وَحِيْنَئِذٍ فَلاَ يَكُوْنُ فِي الْمَسْأَلَةِ نِزَاعٌ )قاعدة جليلة في التوسل والوسيلة ۲/۱۱۹(
“Jika ucapan orang-orang dari kalangan ulama salaf yang bertawassul kepada Rasullah e setelah beliau wafat diarahkan pada pengertian ini (tawassul karena iman dan cinta pada Rasulullah) seperti yang dikutip dari sebagian sahabat, Tabiin, Imam Ahmad dan sebagainya, maka hukumnya bagus dan tidak ada pertentangan”. (al-Tawassul wa al-Wasilah II/119)
kajangberlipat
kajangberlipat
Orang Kaya
Orang Kaya

Posts : 278
Join date : 22/09/2015

Back to top Go down

Tawassul/Wasitah Empty Re: Tawassul/Wasitah

Post by Sponsored content


Sponsored content


Back to top Go down

Back to top


Post new topic   Reply to topic
 
Permissions in this forum:
You can reply to topics in this forum